PERISAI DIRI
SEJARAH SINGKAT KELUARGA SILAT
NASIONAL PERISAI DIRI
Perisai Diri
merupakan salah satu organisasi olahraga beladiri yang menjadi anggota IPSI
(Ikatan Pencak Silat Indonesia), induk organisasi resmi pencak silat di
Indonesia di bawah KONI (Komite Olahraga Nasional Indonesia). Perisai Diri
menjadi salah satu dari sepuluh perguruan silat yang mendapat predikat
Perguruan Historis karena mempunyai peran besar dalam sejarah terbentuk dan
berkembangnya IPSI.
Perisai Diri
didirikan secara resmi pada tanggal 2 Juli 1955 di Surabaya, Jawa Timur.
Pendirinya adalah almarhum RM Soebandiman Dirdjoatmodjo, putra bangsawan
Keraton Paku Alam. Sebelum mendirikan Perisai Diri secara resmi, beliau melatih
silat di lingkungan Perguruan Taman Siswa atas permintaan pamannya, Ki Hajar
Dewantoro.
Teknik silat
Perisai Diri mengandung unsur 156 aliran silat dari berbagai daerah di
Indonesia ditambah dengan aliran Shaolin (Siauw Liem) dari negeri Tiongkok.
Pesilat diajarkan teknik beladiri yang efektif dan efisien, baik tangan kosong
maupun dengan senjata. Metode praktis dalam Perisai Diri adalah latihan Serang
Hindar yang mana menghasilkan motto “Pandai Silat Tanpa Cedera”.
Pak Dirdjo
(panggilan akrab RM Soebandiman Dirdjoatmodjo) lahir di Yogyakarta pada tanggal
8 Januari 1913 di lingkungan Keraton Paku Alam. Beliau adalah putra pertama
dari RM Pakoe Soedirdjo, buyut dari Paku Alam II. Sejak berusia 9 tahun beliau
telah dapat menguasai ilmu pencak silat yang ada di lingkungan keraton sehingga
mendapat kepercayaan untuk melatih teman-temannya di lingkungan daerah Paku
Alaman. Di samping pencak silat beliau juga belajar menari di Istana Paku Alam
sehingga berteman dengan Wasi dan Bagong Kusudiardjo.
Pak Dirdjo
yang pada masa kecilnya dipanggil dengan nama Soebandiman atau Bandiman oleh
teman-temannya ini, merasa belum puas dengan ilmu silat yang telah
didapatkannya di lingkungan istana Paku Alaman itu. Karena ingin meningkatkan
kemampuan ilmu silatnya, setamat HIK (Hollands Inlandsche Kweekschool) atau
sekolah menengah pendidikan guru setingkat SMP, beliau meninggalkan Yogyakarta
untuk merantau tanpa membawa bekal apapun dengan berjalan kaki. Tempat yang
dikunjunginya pertama adalah Jombang, Jawa Timur.
Di sana
beliau belajar silat pada KH Hasan Basri, sedangkan pengetahuan agama dan
lainnya diperoleh dari Pondok Pesantren Tebuireng. Di samping belajar, beliau
juga bekerja di Pabrik Gula Peterongan untuk membiayai keperluan hidupnya.
Setelah menjalani gemblengan keras dengan lancar dan dirasa cukup, beliau
kembali ke barat. Sampai di Solo beliau belajar silat pada Sayid Sahab. Beliau
juga belajar kanuragan pada kakeknya, Ki Jogosurasmo.
Beliau masih
belum merasa puas untuk menambah ilmu silatnya. Tujuan berikutnya adalah
Semarang, di sini beliau belajar silat pada Soegito dari aliran Setia Saudara.
Dilanjutkan dengan mempelajari ilmu kanuragan di Pondok Randu Gunting Semarang.
Rasa keingintahuan yang besar pada ilmu beladiri menjadikan Pak Dirdjo masih
belum merasa puas dengan apa yang telah beliau miliki. Dari sana beliau menuju
Cirebon setelah singgah terlebih dahulu di Kuningan. Di sini beliau belajar
lagi ilmu silat dan kanuragan dengan tidak bosan-bosannya selalu menimba ilmu
dari berbagai guru. Selain itu beliau juga belajar silat Minangkabau dan silat
Aceh.
Tekadnya
untuk menggabungkan dan mengolah berbagai ilmu yang dipelajarinya membuat
beliau tidak bosan-bosan menimba ilmu. Berpindah guru baginya berarti
mempelajari hal yang baru dan menambah ilmu yang dirasakannya kurang. Beliau
yakin, bila segala sesuatu dikerjakan dengan baik dan didasari niat yang baik,
maka Tuhan akan menuntun untuk mencapai cita-citanya. Beliau pun mulai meramu
ilmu silat sendiri. Pak Dirdjo lalu menetap di Parakan, Banyumas, dan membuka
perguruan silat dengan nama Eko Kalbu, yang berarti satu hati.
Di tengah
kesibukan melatih, beliau bertemu dengan seorang pendekar Tionghoa yang
beraliran beladiri Siauw Liem Sie (Shaolinshi), Yap Kie San namanya. Yap Kie
San adalah salah seorang cucu murid Louw Djing Tie dari Hoo Tik Tjay. Menurut
catatan sejarah, Louw Djing Tie merupakan seorang pendekar legendaris dalam dunia
persilatan, baik di Tiongkok maupun di Indonesia, dan salah satu tokoh utama
pembawa beladiri kungfu dari Tiongkok ke Indonesia. Dalam dunia persilatan,
Louw Djing Tie dijuluki sebagai Si Garuda Emas dari Siauw Liem Pay. Saat ini
murid-murid penerus Louw Djing Tie di Indonesia mendirikan perguruan kungfu
Garuda Emas.
Pak Dirdjo
yang untuk menuntut suatu ilmu tidak memandang usia dan suku bangsa lalu
mempelajari ilmu beladiri yang berasal dari biara Siauw Liem (Shaolin) ini dari
Yap Kie San selama 14 tahun. Beliau diterima sebagai murid bukan dengan cara
biasa tetapi melalui pertarungan persahabatan dengan murid Yap Kie San. Melihat
bakat Pak Dirdjo, Yap Kie San tergerak hatinya untuk menerimanya sebagai murid.
Berbagai
cobaan dan gemblengan beliau jalani dengan tekun sampai akhirnya berhasil
mencapai puncak latihan ilmu silat dari Yap Kie San. Murid Yap Kie San yang
sanggup bertahan hanya enam orang, di antaranya ada dua orang yang bukan orang
Tionghoa, yaitu Pak Dirdjo dan R Brotosoetarjo yang di kemudian hari mendirikan
perguruan silat Bima (Budaya Indonesia Mataram). Dengan bekal yang diperoleh
selama merantau dan digabung dengan ilmu beladiri Siauw Liem Sie yang diterima
dari Yap Kie San, Pak Dirdjo mulai merumuskan ilmu yang telah dikuasainya itu.
Setelah puas
merantau, beliau kembali ke tanah kelahirannya, Yogyakarta. Ki Hajar Dewantoro
(Bapak Pendidikan) yang masih Pakde-nya, meminta Pak Dirdjo mengajar silat di
lingkungan Perguruan Taman Siswa di Wirogunan. Di tengah kesibukannya mengajar
silat di Taman Siswa, Pak Dirdjo mendapatkan pekerjaan sebagai Magazijn Meester
di Pabrik Gula Plered.
Pada tahun
1947 di Yogyakarta, Pak Dirdjo diangkat menjadi Pegawai Negeri pada Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Seksi Pencak Silat, yang dikepalai oleh Mochammad
Djoemali. Berdasarkan misi yang diembannya untuk mengembangkan pencak silat,
Pak Dirdjo membuka kursus silat melalui dinas untuk umum. Beliau juga diminta
untuk mengajar di Himpunan Siswa Budaya, sebuah unit kegiatan mahasiswa UGM
(Universitas Gadjah Mada). Murid-muridnya adalah para mahasiswa UGM pada
awal-awal berdirinya kampus tersebut. Pak Dirdjo juga membuka kursus silat di
kantornya. Beberapa murid Pak Dirdjo saat itu di antaranya adalah Ir Dalmono
yang saat ini berada di Rusia, Prof Dr Suyono Hadi (dosen Universitas
Padjadjaran Bandung), dan Bambang Mujiono Probokusumo yang di kalangan pencak
silat dikenal dengan nama panggilan Mas Wuk.
Tahun 1954
Pak Dirdjo diperbantukan ke Kantor Kebudayaan Provinsi Jawa Timur, Urusan
Pencak Silat. Murid-murid beliau di Yogyakarta, baik yang berlatih di UGM
maupun di luar UGM, bergabung menjadi satu dalam wadah HPPSI (Himpunan
Penggemar Pencak Silat Indonesia) yang diketuai oleh Ir Dalmono.
Tahun 1955
beliau resmi pindah dinas ke Kota Surabaya. Dengan tugas yang sama, yakni
mengembangkan dan menyebarluaskan pencak silat sebagai budaya bangsa Indonesia,
Pak Dirdjo membuka kursus silat yang diadakan di Kantor Kebudayaan Provinsi
Jawa Timur, Surabaya. Dengan dibantu oleh Imam Romelan, beliau mendirikan
kursus silat PERISAI DIRI pada tanggal 2 Juli 1955.
Para
muridnya di Yogyakarta pun kemudian menyesuaikan diri menamakan himpunan mereka
sebagai silat Perisai Diri. Di sisi lain, murid-murid perguruan silat Eko Kalbu
yang pernah didirikan oleh Pak Dirdjo masih berhubungan dengan beliau. Mereka
tersebar di kawasan Banyumas, Purworejo dan Yogyakarta. Hanya saja perguruan
ini kemudian memang tidak berkembang, namun melebur dengan sendirinya ke
Perisai Diri, sama seperti HPPSI di Yogyakarta. Satu guru menjadikan peleburan
perguruan ini menjadi mudah.
Pengalaman
yang diperoleh selama merantau dan ilmu silat Siauw Liem Sie yang dikuasainya
kemudian dicurahkannya dalam bentuk teknik yang sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuan anatomi tubuh manusia, tanpa ada unsur memperkosa gerak. Semuanya
berjalan secara alami dan dapat dibuktikan secara ilmiah. Dengan motto “Pandai
Silat Tanpa Cedera”, Perisai Diri diterima oleh berbagai lapisan masyarakat
untuk dipelajari sebagai ilmu beladiri.
Pada tahun
1969, Dr Suparjono, SH, MSi (Ketua Dewan Pendekar periode yang lalu) menjadi
staf Bidang Musyawarah PB PON VII di Surabaya. Dengan inspirasi dari AD/ART
organisasi-organisasi di KONI Pusat yang sudah ada, Suparjono bersama Bambang
Mujiono Probokusumo, Totok Sumantoro, Mondo Satrio dan anggota Dewan Pendekar
lainnya pada tahun 1970 menyusun AD/ART Perisai Diri dan nama lengkap
organisasi Perisai Diri disetujui menjadi Keluarga Silat Nasional Indonesia
PERISAI DIRI yang disingkat Kelatnas Indonesia PERISAI DIRI. Dimusyawarahkan
juga mengenai pakaian seragam silat Perisai Diri yang baku, yang mana
sebelumnya berwarna hitam dirubah menjadi putih dengan atribut tingkatan yang
berubah beberapa kali hingga terakhir seperti yang dipakai saat ini. Lambang
Perisai Diri juga dibuat dari hasil usulan Suparjono, Both Sudargo dan Bambang
Priyokuncoro, yang kemudian disempurnakan dan dilengkapi oleh Pak Dirdjo.
Tanggal 9
Mei 1983, RM Soebandiman Dirdjoatmodjo berpulang menghadap Sang Pencipta.
Tanggung jawab untuk melanjutkan teknik dan pelatihan silat Perisai Diri
beralih kepada para murid-muridnya yang kini telah menyebar ke seluruh pelosok
tanah air dan beberapa negara di Eropa, Amerika dan Australia. Dengan di bawah
koordinasi Ir Nanang Soemindarto sebagai Ketua Umum Pengurus Pusat, saat ini
Kelatnas Indonesia Perisai Diri memiliki cabang hampir di setiap provinsi di
Indonesia serta memiliki komisariat di 10 negara lain. Untuk menghargai
jasanya, pada tahun 1986 pemerintah Republik Indonesia menganugerahkan gelar
Pendekar Purna Utama bagi RM Soebandiman Dirdjoatmodjo.
Materi Pendidikan dan Latihan Silat Perisai Diri
Tingkatan pesilat Perisai Diri dibagi dalam beberapa tingkatan yang
masing-masing ditempuh dalam jangka waktu tertentu. Secara garis besar,
tingkatan tersebut dikelompokkan dalam Tingkat Dasar dan Tingkat Keluarga.
Tingkat
Dasar :
Terdiri dari Dasar I (Sabuk Putih), Dasar II (Sabuk Hitam) dan Calon Keluarga (Sabuk Merah). Tingkat Keluarga (Sabuk Merah) terdiri dari beberapa tingkatan yang ditandai dengan warna strip pada badge di dada kiri.
Tahapan pelajaran silat Perisai Diri terdiri dari pengenalan, pengertian, penerapan, pendalaman dan penghayatan.
Terdiri dari Dasar I (Sabuk Putih), Dasar II (Sabuk Hitam) dan Calon Keluarga (Sabuk Merah). Tingkat Keluarga (Sabuk Merah) terdiri dari beberapa tingkatan yang ditandai dengan warna strip pada badge di dada kiri.
Tahapan pelajaran silat Perisai Diri terdiri dari pengenalan, pengertian, penerapan, pendalaman dan penghayatan.
SENAM TEKNIK KOMBINASI
Senam Teknik Kombinasi merupakan susunan gerak silat Perisai Diri yang
dilatihkan kepada pesilat di setiap sesi pelatihan. Sekilas seperti rangkaian
jurus di silat pada umumnya, namun Senam Teknik Kombinasi bukanlah rangkaian
yang perlu dihafalkan seperti jurus di perguruan silat lain.
Tujuan dari
latihan Senam Teknik Kombinasi ini adalah untuk menciptakan kebiasaan dalam
melakukan teknik yang benar dan menciptakan refleks yang baik terhadap para
pesilat. Latihan ini juga akan membentuk otot-otot para pesilat agar dapat
beradaptasi dengan teknik Perisai Diri. Senam Teknik Kombinasi ini selalu
berbeda-beda di setiap sesi latihan, baik tangan kosong ataupun menggunakan
senjata.
TEKNIK SENJATA
Mulai tingkat Dasar akan diajarkan teknik-teknik beladiri tangan kosong.
Pada tingkat selanjutnya diajarkan juga teknik permainan senjata dengan senjata
wajib pisau, pedang dan toya. Dengan dasar penguasaan tiga senjata wajib, pisau
mewakili senjata pendek, pedang mewakili senjata sedang, dan toya
mewakili senjata panjang, pesilat Perisai Diri dilatih untuk mampu
mendayagunakan berbagai peralatan yang ada di sekitarnya untuk digunakan
sebagai senjata. Teknik tersebut juga dapat digunakan untuk memainkan senjata
lain, seperti celurit, trisula, abir, tombak, golok, pedang samurai, pentungan,
kipas, teken, payung, roti kalong, senapan, bayonet, dsb.
Tujuan dari
pelajaran senjata adalah memberikan pemahaman bagi pesilat tentang berbagai
macam senjata. Dengan mengenal karakteristik senjata, maka anggota akan cepat
beradaptasi dengan berbagai senjata. Sebagai contoh, dengan mempelajari pisau,
maka pesilat akan mengerti kelebihan dan kekurangan dari senjata pendek. Bahkan
pesilat akan dapat mengadaptasi benda-benda serupa seperti keris sebagai
senjata, atau bahkan pena dan pensil. Dengan memahami karakteristik senjata ini
pula, seorang pesilat akan mengerti bagaimana cara menghadapi berbagai macam
senjata bila memang keadaan sudah mendesak.
SERANG HINDAR, SERANG HINDAR BALAS DAN
BELADIRI
Metode praktis yang sangat penting untuk dipelajari oleh pesilat Perisai
Diri adalah latihan Serang Hindar. Pada latihan ini akan diajarkan cara
menyerang dan menghindar yang paling efisien, cepat, tepat, tangkas, deras dan
bijaksana. Sekalipun berhadapan langsung dengan lawan, kemungkinan cedera amat
kecil karena setiap siswa dibekali prinsip-prinsip dasar dalam melakukan
serangan dan hindaran. Resiko kecil pada metode Serang Hindar inilah yang
melahirkan motto "Pandai Silat Tanpa Cedera". Dengan motto
inilah Perisai Diri menyusun program pendidikan dengan memperhatikan faktor
psikologis dan kurikulumnya.
Dalam
latihan Serang Hindar, dua orang pesilat saling berhadapan satu sama lain. Di
dekat mereka ada seorang pelatih yang memperhatikan. Seorang pesilat disebut
sebagai A dan seorang lagi disebut dengan B. Pelatih memberi aba-aba
"hup !", bersamaan dengan itu A menyerang B dengan satu gerakan,
sementara B diam menunggu serangan itu dekat dan kemudian bergerak ke samping
untuk melepaskan diri dari serangan A. Pelatih terus memberi aba-aba hingga 10
kali untuk A menyerang B dan B harus menghindar saat serangan A sudah dekat.
Setelah selesai, giliran B yang menyerang pada 10 aba-aba kedua.
Itulah salah satu metode latihan berpasangan di silat Perisai Diri yang dikenal dengan sebutan Serang Hindar. Metode Serang Hindar ini telah diformulasikan oleh Pak Dirdjo agar bisa memberi rasa aman bagi kedua pesilat. Selama berlatih, pesilat diminta untuk melakukan serangan dan hindaran yang sesuai dengan pedoman teknik silat Perisai Diri.
Metode berpasangan yang lain di Perisai Diri adalah Serang Hindar Balas. Pada metode Serang Hindar Balas, dalam satu aba-aba, A akan melakukan serangan terhadap B dan B menghindar, kemudian B membalas menyerang A dan A menghindar. Satu set A serang B hindar dan B balas A hindar, adalah implementasi dari metode Serang Hindar Balas. Pada 10 aba-aba pertama, A mendapatkan kesempatan menyerang pertama kali dan B membalas setelah melakukan hindaran sempurna, sementara pada 10 aba-aba kedua akan ditukar oleh pelatih, yaitu B menyerang terlebih dahulu.
Tujuan dari latihan Serang Hindar Balas ini adalah untuk melatih pesilat, terutama bagi si penghindar, untuk menghindar ke arah yang sulit dilihat oleh lawan, tetapi akan sangat mudah untuk melakukan serangan balasan. Inilah yang disebut hindaran yang mengunci posisi lawan. Si penghindar juga harus mempelajari bagaimana ia harus meletakkan langkah mereka agar dapat mempercepat serangan balasan berikutnya.
Metode berpasangan lain yang dilatihkan di Perisai Diri adalah Beladiri. Beladiri adalah dimana saat A menyerang dan B menghindar sambil melepaskan serangan ke A. Dalam hal ini, B disebut melakukan Beladiri. Jadi perbedaannya dengan metode sebelumnya adalah, bahwa B tidak melakukan hindaran sempurna baru membalas, namun B melakukan hindaran dan serangan dalam satu gerakan.
Sebagai ilustrasi yang sederhana, misalnya A melakukan pukulan ke arah depan, ketika pukulan tersebut dekat, maka B bergerak ke samping sambil menusukkan buku tangannya ke arah mata. Dalam hal ini, maka B melakukan Beladiri.
Ketiga metode di atas, Serang Hindar, Serang Hindar Balas dan Beladiri akan diajarkan kepada pesilat Perisai Diri baik dari tingkat Dasar sampai tingkat yang tinggi sekalipun. Metode ini akan diaplikasikan baik menggunakan tangan kosong ataupun menggunakan senjata seperti pisau, pedang dan toya.
Itulah salah satu metode latihan berpasangan di silat Perisai Diri yang dikenal dengan sebutan Serang Hindar. Metode Serang Hindar ini telah diformulasikan oleh Pak Dirdjo agar bisa memberi rasa aman bagi kedua pesilat. Selama berlatih, pesilat diminta untuk melakukan serangan dan hindaran yang sesuai dengan pedoman teknik silat Perisai Diri.
Metode berpasangan yang lain di Perisai Diri adalah Serang Hindar Balas. Pada metode Serang Hindar Balas, dalam satu aba-aba, A akan melakukan serangan terhadap B dan B menghindar, kemudian B membalas menyerang A dan A menghindar. Satu set A serang B hindar dan B balas A hindar, adalah implementasi dari metode Serang Hindar Balas. Pada 10 aba-aba pertama, A mendapatkan kesempatan menyerang pertama kali dan B membalas setelah melakukan hindaran sempurna, sementara pada 10 aba-aba kedua akan ditukar oleh pelatih, yaitu B menyerang terlebih dahulu.
Tujuan dari latihan Serang Hindar Balas ini adalah untuk melatih pesilat, terutama bagi si penghindar, untuk menghindar ke arah yang sulit dilihat oleh lawan, tetapi akan sangat mudah untuk melakukan serangan balasan. Inilah yang disebut hindaran yang mengunci posisi lawan. Si penghindar juga harus mempelajari bagaimana ia harus meletakkan langkah mereka agar dapat mempercepat serangan balasan berikutnya.
Metode berpasangan lain yang dilatihkan di Perisai Diri adalah Beladiri. Beladiri adalah dimana saat A menyerang dan B menghindar sambil melepaskan serangan ke A. Dalam hal ini, B disebut melakukan Beladiri. Jadi perbedaannya dengan metode sebelumnya adalah, bahwa B tidak melakukan hindaran sempurna baru membalas, namun B melakukan hindaran dan serangan dalam satu gerakan.
Sebagai ilustrasi yang sederhana, misalnya A melakukan pukulan ke arah depan, ketika pukulan tersebut dekat, maka B bergerak ke samping sambil menusukkan buku tangannya ke arah mata. Dalam hal ini, maka B melakukan Beladiri.
Ketiga metode di atas, Serang Hindar, Serang Hindar Balas dan Beladiri akan diajarkan kepada pesilat Perisai Diri baik dari tingkat Dasar sampai tingkat yang tinggi sekalipun. Metode ini akan diaplikasikan baik menggunakan tangan kosong ataupun menggunakan senjata seperti pisau, pedang dan toya.
TEKNIK ASLI
Teknik silat Perisai Diri mengandung unsur 156 aliran silat dari berbagai
daerah di Indonesia yang dipilah dan dikelompokkan sesuai dengan karakter dari
masing-masing aliran. Teknik Asli dalam silat Perisai Diri juga digali dari
aliran Siauw Liem Sie (Shaolinshi) yang dengan kreativitas Pak
Dirdjo gerakan maupun implementasinya sudah dijiwai oleh karakter pencak silat
Indonesia. Hal ini yang menjadikan ilmu silat Perisai Diri mempunyai sifat
unik, tidak ada kemiripan dengan silat yang lain. Disebut Asli karena mempunyai
frame tersendiri, bukan merupakan kombinasi dari beberapa aliran silat.
Teknik Asli
dalam silat Perisai Diri di antaranya yaitu :
- Burung Meliwis
- Burung Kuntul
- Burung Garuda
- Harimau
- Naga
- Satria
- Pendeta
- Putri
Selain
teknik tersebut di atas, ada beberapa teknik yang menjadi kekayaan teknik silat
Perisai Diri, di antaranya yaitu Kuda Kuningan, Lingsang, Satria Hutan dan
Kera, serta beberapa teknik dari beberapa daerah di Indonesia, di antaranya
yaitu Minangkabau, Jawa Timuran, Cimande, Bawean dan Betawen.
TEKNIK MINANGKABAU
Gerakan teknik Minangkabau mirip dengan tarian tradisional dari
Minangkabau, Sumatera Barat. Salah satu tujuan dari mempelajari teknik ini
adalah untuk memperkuat otot-otot paha dan otot belakang. Teknik ini juga
memberikan pengalaman tentang bagaimana rasanya bila kita berada pada posisi
yang merendah ke tanah.
Untuk
menyerang lawan, teknik Minang seringkali mendahului dengan membuka bagian
lemah dari badannya dengan gerakan yang lambat. Ini adalah pancingan yang
disengaja agar lawan menyerang terlebih dahulu. Ketika lawan datang dengan
serangan, saat itulah teknik Minang akan bergerak sangat cepat dan keras
menghancurkan serangan lawan tersebut dengan sikunya dan dilanjutkan dengan
serangan berikutnya.
TEKNIK BURUNG MELIWIS
Burung Meliwis memiliki ciri khas tersendiri dalam bergerak, yaitu bergerak
dengan ringan dan cepat. Tujuan dari mempelajari teknik ini adalah untuk
melatih kecepatan, keringanan tubuh dan membiasakan diri menapak dengan ujung
kaki. Dengan mempelajari teknik ini, maka pesilat dengan sendirinya akan
melatih otot-otot kaki, betis dan pinggul.
Meliwis
menggunakan ujung-ujung jari untuk menyerang lawan. Oleh karena itu, ia hanya
akan menyerang bagian-bagian yang sangat lemah seperti mata dan leher. Saat
menyerang, Meliwis melontarkan tangannya dengan cepat ke arah lawan dan akan
kembali dengan kecepatan yang sama, sehingga mempersulit lawan untuk menolak.
Selain ujung-ujung jari, Meliwis juga menggunakan pergelangan tangannya untuk menyerang bagian-bagian seperti leher dan dagu. Teknik ini juga menggunakan pergelangan tangan bagian dalam untuk menolak dengan cara mengalihkan arah serangan lawan.
Selain ujung-ujung jari, Meliwis juga menggunakan pergelangan tangannya untuk menyerang bagian-bagian seperti leher dan dagu. Teknik ini juga menggunakan pergelangan tangan bagian dalam untuk menolak dengan cara mengalihkan arah serangan lawan.
TEKNIK BURUNG GARUDA
Garuda adalah simbol burung terkuat di antara jenis burung lainnya. Oleh
karena itu, dibandingkan dengan teknik burung sebelumnya, Garuda memiliki
kemampuan bertarung yang paling tinggi.
Saat
berlatih teknik Garuda, pesilat akan dikenalkan bagaimana cara menggunakan
perubahan badan sebagai tenaga tambahan saat menyerang atau menolak. Karena
kemampuannya dalam menggunakan badan inilah, tenaga yang dimiliki oleh teknik
Garuda menjadi lebih besar dibandingkan dengan Meliwis dan Kuntul.
Garuda menggunakan sisi tangan dan sikunya sebagai perlengkapan dalam menyerang dan menolak. Teknik ini selalu mengembangkan kelima jarinya selebar mungkin untuk memperkuat otot tangan bagian samping.
Target serangan Garuda sering ke arah leher. Dengan menggunakan sikunya, Garuda akan menotok bagian leher dan mengiris leher tersebut dengan sisi luar tangan, untuk merusak tulang leher lawan sekaligus merobek kulit lawan. Tidak hanya leher, Garuda juga dapat menyerang ke bagian tengah di antara dua alis mata lawan dan mengirisnya ke sepanjang garis mata.
Dalam jarak yang sangat rapat, Garuda memanfaatkan sikunya ke bagian lemah lawan ataupun memanfaatkan tumitnya untuk melakukan tendangan jarak pendek ke arah kemaluan lawan.
Untuk melindungi diri dari serangan lawan, Garuda memanfaatkan kaki untuk menolak bagian bawah dan tangan untuk bagian tengah dan atas.
Garuda menggunakan sisi tangan dan sikunya sebagai perlengkapan dalam menyerang dan menolak. Teknik ini selalu mengembangkan kelima jarinya selebar mungkin untuk memperkuat otot tangan bagian samping.
Target serangan Garuda sering ke arah leher. Dengan menggunakan sikunya, Garuda akan menotok bagian leher dan mengiris leher tersebut dengan sisi luar tangan, untuk merusak tulang leher lawan sekaligus merobek kulit lawan. Tidak hanya leher, Garuda juga dapat menyerang ke bagian tengah di antara dua alis mata lawan dan mengirisnya ke sepanjang garis mata.
Dalam jarak yang sangat rapat, Garuda memanfaatkan sikunya ke bagian lemah lawan ataupun memanfaatkan tumitnya untuk melakukan tendangan jarak pendek ke arah kemaluan lawan.
Untuk melindungi diri dari serangan lawan, Garuda memanfaatkan kaki untuk menolak bagian bawah dan tangan untuk bagian tengah dan atas.
TEKNIK PUTRI
Teknik Putri
adalah teknik tertinggi di silat Perisai Diri. Karakter dari teknik ini bisa
berubah-ubah. Terkadang lembut, namun tiba-tiba berubah menjadi sangat cepat
dan keras, kemudian lembut kembali. Putri menggabungkan seluruh kemampuan yang
ada pada teknik-teknik sebelumnya, ditambah dengan kemampuan fleksibilitas
gerak yang tidak baku seperti teknik lain. Tenaga yang digunakan bersifat
kosong isi. Istilah ini berarti bahwa Putri akan selalu kosong tidak bertenaga,
namun di dalam kekosongannya, keluar tenaga yang sangat besar saat terjadi
sentuhan dengan lawan.
Putri seringkali melakukan dua macam tindakan dalam satu gerakan. Baik itu menyerang sambil menghindar ataupun menyerang sambil menolak. Teknik inipun sering memanfaatkan tenaga lawan untuk menyerang, sehingga tenaga yang ia keluarkan semakin sedikit. Perputaran badan selalu diaplikasikan dalam tekniknya ditambah dengan Pernafasan Tahap 3 yang selalu mengiringi geraknya. Serangannya bersifat gelap, yang artinya sulit untuk dilihat lawan. Putri biasanya hanya bereaksi terhadap serangan lawan. Ia tidak berinisiatif melakukan serangan terlebih dahulu.
Putri seringkali melakukan dua macam tindakan dalam satu gerakan. Baik itu menyerang sambil menghindar ataupun menyerang sambil menolak. Teknik inipun sering memanfaatkan tenaga lawan untuk menyerang, sehingga tenaga yang ia keluarkan semakin sedikit. Perputaran badan selalu diaplikasikan dalam tekniknya ditambah dengan Pernafasan Tahap 3 yang selalu mengiringi geraknya. Serangannya bersifat gelap, yang artinya sulit untuk dilihat lawan. Putri biasanya hanya bereaksi terhadap serangan lawan. Ia tidak berinisiatif melakukan serangan terlebih dahulu.
KEROKHANIAN
Pesilat yang
memiliki keterampilan bertarung setelah mempelajari teknik silat dan teknik
olah pernafasan sangat perlu diberikan pendidikan mental spiritual agar menjadi
pesilat yang berbudi luhur, yang dalam silat Perisai Diri dikenal dengan
istilah pendidikan kerokhanian. Pendidikan kerokhanian diberikan secara
bertahap untuk memberi pengertian dan pelajaran tentang diri pribadi dan
manusia pada umumnya, sehingga diharapkan tercipta pesilat yang bermental baja
dan berbudi luhur, mempunyai kepercayaan diri yang kuat, berperangai lemah
lembut, serta bijaksana dalam berpikir dan bertindak. Keseimbangan antara pengetahuan
silat dan kerokhanian akan menjadikan anggota Kelatnas Indonesia Perisai Diri
waspada dan mawas diri, tidak sombong, dan setiap saat sadar bahwa di atas
segala-galanya ada Sang Pencipta.
Silat Perisai Diri atau yang lebih dikenal PD berdiri pada tanggal 2 juli
1955 oleh Raden Mas Soebandiman Dirjtoatmodjo di Surabaya.
Perkembangan Silat Perisai Diri
Sejak awal
berdirinya, silat Perisai Diri berfokus untuk mengembangkan organisasinya di
seluruh Indonesia, terutama di bidang institusi pendidikan dan instansi
pemerintah. Di tingkat remaja, silat Perisai Diri berkembang di sekolah-sekolah
tingkat SD, SLTP dan SLTA di Indonesia. Sementara di tingkat lanjutan, silat
Perisai Diri menyebar di universitas-universitas negeri dan swasta di seluruh
Indonesia.
Hasil yang
didapat dari pengembangan ini ternyata membawa dampak yang positif. Berawal
dari pengembangan di universitas seluruh Indonesia, kini Perisai Diri telah
tersebar di penjuru dunia. Hal ini dikarenakan para pelatih
Perisai Diri yang bertugas di luar negeri dalam waktu
yang lama, sehingga membuka tempat latihan di negara tempat mereka bertugas.
Hingga saat ini, Perisai Diri telah tersebar di Australia, Jerman, United
Kingdom, Amerika, Belanda, Jepang, Switzerland dan Belgia.
‘Belajar
Silat Tanpa Cedera’ adalah moto Perisai Diri, sejak didirikan tahun 1955. Metode
yang diajarkan di desain untuk menghindari cedera di saat latihan.